Ketika dihadapkan pada situasi yang membuat kita harus memilih untuk tetap bekerja, atau menjadi ibu rumah tangga. Akan ada banyak pertanyaan dan ketakutan dalam diri saya dan mungkin dialami pula oleh sebagian besar wanita yang sudah menikah terlebih yang sudah dikarunia anak.
"Yakin udah siap resign?"
" Siap bilang goodbye sama gajian?"
" Emang gak takut bosen dirumah?"
Sejujurnya saya juga ngalamin rasa takut itu. Takut kehilangan segala yang saya miliki sekarang ya pekerjaan, ya gaji ya eksistentsi dan segala macamnya itu. saya takut hidup saya akan mandeg, stagnan dan tidak berkembang. Bahkan sempat pula saya takut untuk memulai komunitas baru di lingkungan baru. Entah butuh waktu berapa lama untuk beradaptasi dengan situasi seperti itu.
Beda cerita jika alasan resign-nya adalah karena ingin mendapatkan pekerjaan lain yang gajinya lebih besar, lebih nyaman, lebih dekat dengan rumah atau sedang menggeluti bisnis dan passion. Itu akan terdengar lebih mudah, saya rasa.
Siap berpisah sama rekan - rekan kerja yang selama beberapa lama ditemui tiap hari, berbagi suka duka. Siap berpisah dengan rutinitas yang sibuk dan melelahkan, menguras energi dan pikiran. Tapi kemudian lupa kalo udah sampe rumah. Siap berpisah dengan yang namanya "Gajian", yang biasanya pegang uang pribadi buat beli tetek bengek, nanti nya bakalan gak lagi. Bersabar dengan apa - apa yang di berikan suami dan kudu semakin pinter mengelolanya.
Sejujurnya saya juga ngalamin rasa takut itu. Takut kehilangan segala yang saya miliki sekarang ya pekerjaan, ya gaji ya eksistentsi dan segala macamnya itu. saya takut hidup saya akan mandeg, stagnan dan tidak berkembang. Bahkan sempat pula saya takut untuk memulai komunitas baru di lingkungan baru. Entah butuh waktu berapa lama untuk beradaptasi dengan situasi seperti itu.
Beda cerita jika alasan resign-nya adalah karena ingin mendapatkan pekerjaan lain yang gajinya lebih besar, lebih nyaman, lebih dekat dengan rumah atau sedang menggeluti bisnis dan passion. Itu akan terdengar lebih mudah, saya rasa.
Dengan segala ketakutan dan kegalauan itu, sepertinya takkan ada yang benar - benar siap resign dan memilih jadi Ibu Rumah Tangga deh, karena tidak ada tolak ukur yang paling pas untuk menimbang kesiapan hati seseorang untuk melepaskan pekerjaannya.
Saat itulah kita butuh second opinion atau sekedar waktu untuk merenung. Karena pada akhirnya diri kita sendiri yang akan memutuskan dan juga menjalaninya. Masukan dari orang lain memang perlu tapi pembuat keputusan adalah tetap kita pribadi. .
Saat itulah kita butuh second opinion atau sekedar waktu untuk merenung. Karena pada akhirnya diri kita sendiri yang akan memutuskan dan juga menjalaninya. Masukan dari orang lain memang perlu tapi pembuat keputusan adalah tetap kita pribadi. .
Terlepas dari pentingnya mempertimbangkan kondisi keuangan keluarga seperti tanggungan hutang yang wajib dilunasi, beragam cicilan jika ada, dana darurat atau modal usaha jika berniat berwirausaha. Yang tak kalah penting dari semua itu adalah kesiapan mental.
Siap berpisah sama rekan - rekan kerja yang selama beberapa lama ditemui tiap hari, berbagi suka duka. Siap berpisah dengan rutinitas yang sibuk dan melelahkan, menguras energi dan pikiran. Tapi kemudian lupa kalo udah sampe rumah. Siap berpisah dengan yang namanya "Gajian", yang biasanya pegang uang pribadi buat beli tetek bengek, nanti nya bakalan gak lagi. Bersabar dengan apa - apa yang di berikan suami dan kudu semakin pinter mengelolanya.
Coba tanyakan itu berkali - kali pada diri sendiri jangan takut menjadi ragu dan akhirnya membatalkan niat resign. Karena yang belum bisa yakin dengan keputusannya, ya berarti emang belum siap.
Beberapa hal yang mungkin menjadi bahan pertimbangan sebelum benar - benar memutuskan untuk resign adalah :
1. Alasan Yang Jelas
1. Alasan Yang Jelas
Sebaiknya kumpulkan sebanyak mungkin alasan kuat kenapa kita memilih untuk melepaskan pekerjaan dan memilih jadi IRT. Misal, karena tidak ada yang mengasuh anak, lokasi kerja yang jauh sehingga menyita banyak waktu dijalan, atau alasan ingin fokus Program kehamilan dan mengurus keluarga seperti saya.
Ada banyak alasan, tapi sebaiknya jangan karena emosi sesaat, misal karena kerjaan yang luar biasa melelahkan atau karena dapet bos baru yang super killer. Saya rasa itu bukan alasan yang cukup kuat tapi ya terserah juga sih, asal bener - bener udah yakin sama pilihannya.
Ada banyak alasan, tapi sebaiknya jangan karena emosi sesaat, misal karena kerjaan yang luar biasa melelahkan atau karena dapet bos baru yang super killer. Saya rasa itu bukan alasan yang cukup kuat tapi ya terserah juga sih, asal bener - bener udah yakin sama pilihannya.
2. Luruskan Niat
Meluruskan niat itu penting supaya apa - apa yang kita lakukan selalu bernilai ibadah.Libatkan Allah SWT dalam segala hal termasuk salah satunya tentang pekerjaan. Bagaimanapun profesi kita saat ini hanyalah sarana untuk ibadah dan mencari rejeki. Jadi jangan pernah takut meninggalkan pekerjaan dan menjadi full mom. Yakin-in aja pekerjaan kita tidak lebih berharga dari waktu dan kebersamaan dengan keluarga, apalagi dengan anak - anak yang masih butuh pendampingan. Karena ya tidak ada juga yang bisa memaksa kita untuk resign, kecuali niat dari diri kita sendiri.
3. Tentang Prioritas
Masing - masing individu ataupun keluarga pasti punya prioritasnya sendiri. Jangan lantas jadi menyama - nyamai dengan prioritas orang lain supaya dianggap umum dan wajar.
Misal nih ya.. kalo prioritas saya pribadi adalah tentu saja mewujudkan rumah tangga yang ideal bagi saya. Ideal bagi saya mungkin berbeda standart dengan ideal versi orang lain, dan itu gak apa - apa banget. Jadi Ideal versi saya ya salah satunya dengan tinggal bersama, rasanya kok berat ya kalo harus LDM-an serasa saya bukan tempat pulang bagi suami dan itu sangat tidak nyaman.
Karena kondisinya saya yang harus jauh dari rumah, jadi sayalah yang harus ngerasan semacam mudik saat weekend datang dan menggalau di minggu sore karena masih betah dirumah. Berhubung tempat saya bekerja tidak satu kota dengan tempat kerja suami jadi saya memilih resign tentunya atas pertimbangan dan saran suami juga dong ditambah lagi dengan pertimbangan ikhtiar dalam mendapatkan momongan. Ini baru satu alasan lho.
Karena kondisinya saya yang harus jauh dari rumah, jadi sayalah yang harus ngerasan semacam mudik saat weekend datang dan menggalau di minggu sore karena masih betah dirumah. Berhubung tempat saya bekerja tidak satu kota dengan tempat kerja suami jadi saya memilih resign tentunya atas pertimbangan dan saran suami juga dong ditambah lagi dengan pertimbangan ikhtiar dalam mendapatkan momongan. Ini baru satu alasan lho.
Mungkin buat pasangan yang sudah memiliki momongan prioritasnya jadi berbeda, ya karena ingin mengurus dan mendampingi anak, dan itu sangat mulia sekali. Atau ada yang prioritasnya adalah karena ingin mengurus orang tua dirumah, dan masih banyak lagi.
4. Komunikasikan pada orang Terdekat
Sounding tentang masalah pengunduran diri menjadi sangat penting supaya tidak timbul penyesalan atau masalah dikemudian hari. Misal, kepada orang tua, dan pasangan. Samakan visi misi dalam berumah tangga. Bagaimana pola asuh anak, bagaimana menjalankan peran setiap harinya. Jangan menjadikan salah satu terbebani sadangkan yang lain terbebas dari tanggung jawab.
Misal: saat istri masih bekerja suami mau membantu pekerjaan rumah, tapi saat istri resign suami seolah enggan karena menganggap itu tugas istri.
Buatlah suami paham bahwa pekerjaan rumah adalah tanggung jawab bersama.
Ini penting lho dibicarakan sejak awal supaya tidak ada kesalahan persepsi. "Ya udah kan kamu dirumah, sekarang cuma aku yang kerja jadi urusan rumah adalah sepenuhnya tanggung jawab kamu." OHH TENTU TIDAK FERGUSO.
5. Buat Catatan Anggaran yang Jelas
Untuk masalah berhitung uang belanja, para Ibu pasti sudah hafal di luar kepala.
Sebelum Memutuskan resign buatlah rencana anggaran setidaknya untuk 6 bulan kedepan. Karena pasti akan ada perbedaan dari sisi pendapatan. Kalau saat istri masih bekerja bisalah ya nge-cover untuk tambah - tambah uang belanja, minimal beli kebutuhan kosmetik dan hobi bisa pakai uang sendiri. Kemudia berubah karena penghasilan suami akan manjadi sumber utama dan satu - satunya.
Apalagi jika status kita adalah mengundurkan diri, yang artinya harus siap dengan kemungkinan terburuk tidak mendapatkan pesangon sepeserpun. Kecuali mungkin dana pensiun jika ada dan tunjangan BPJS ketenagakerjaan.
Mulailah menyesuaikan diri dalam situasi ini supaya tidak menimbulkan masalah baru, misal hutang dimana - mana yang bisa berakibat fatal dan bikin stress sendiri. Review lagi beberapa post pengeluaran yang bisa dipangkas mungkin bisa jadi alternatif. Bagi yang punya Credit Card bisa mulai seleksi lagi dalam penggunakannya. Bila perlu tutup beberapa credit card dan pilihlah yang memberi fitur free admin selamanya. Jika memungkinkan close saja semuanya!
Beberapa orang bahkan menyarankan untuk mengamankan dana darurat sebelum resign. Ada yang berpendapat harus punya 12x Gaji, ada yang bilang juga minimal 3x gaji. Belakangan saya di beri info sekurang - kurangnya adalah 3x biaya hidup, maksudnya adalah biaya hidup minimal selama 3 bulan kedepan. Catet ya.. Biaya Hidup lho, bukan Gaya Hidup.
Apa kabar saya yang saat memutuskan resign dalam kondisi defisit pasca renovasi rumah, ya untungnya suami masih berpenghasilan cukup (Alhamdulillah) untuk biaya hidup, tabungan masih dalam tahap recovery yang entah bisa pulih dalam waktu berapa lama, Bismillah.
6. Buat Komunitas Baru
Komunitas baru tak melulu tentang kumpulan ibu - ibu komplek yang hobinya arisan. Sekarang, kita bahkan bisa ikut komunitas online. Misal komunitas menulis, komunitas merajut, dll
yang intinya komunitas yang posistif ya, supaya pikiran emak - emak ini tetep bisa up to date sama isu - isu yang sedang berkembang atau hal - hal yang sedang viral. *halah*
Bisa juga jadi sarana bertukar ilmu pengetahuan, pengalaman dan ide kreatif. Jadi gak ada alesan lagi dong untuk males - malesan belajar.
Apapun alasannya, resign hanyalah salah satu fase dalam kehidupan yang harus saya jalani cepat atau lambat. Dan itu bukan akhir kehidupan, justru akan menjadi awal perjalanan hidup difase selanjutnya. Menjadi manusia yang lebih berbahagia. Aamiin.
Salam,
Pertiwi Utomo
Ibu Rumah Tangga juga harus rajin mengupgrade dirinya.Selain itu dengan semakin banyak komunitas, tentunya kita akan bertambah teman, saudara dan tentunya peluang. Percayalah, Silaturahmi akan menambah rejeki.
Apapun alasannya, resign hanyalah salah satu fase dalam kehidupan yang harus saya jalani cepat atau lambat. Dan itu bukan akhir kehidupan, justru akan menjadi awal perjalanan hidup difase selanjutnya. Menjadi manusia yang lebih berbahagia. Aamiin.
Salam,
Pertiwi Utomo
Terima kasih sudah sharing..
ReplyDeleteSama2, terima kasih sudah mampir
Deletesemangat mbak, semoga berkah dengan keputusannya dan di ridoi Allah. Aamiin
ReplyDeleteAamiin ya Robb, terima kasih doanya mba
DeleteHalo, Mba.. salam kenal.
ReplyDeleteSaya ngalamin resign dari kantor setelah punya anak. Jujur aja, terasa beraat dan ada perasaan menyesal. Nggak hanya masalah gaji aja, tapi kerjaan juga jadi status sosial dan tempat ketemu temen2. Bener yang mba bilang, harus aktif di komunitas.. karena jadi ibu bisa kesepian kalo di rumah terus.
*maap curhat. xD
pilihan yang harsu dipikirkan matang2 ya, cari kegiatan positif bisa gak bikin stres kok
ReplyDeletenumpang promote ya min :)
ReplyDeleteAyo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
hanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
terimakasih ya waktunya :F